Apa
sih Osteoporosis itu...??
Osteoporosis
berasal dari kata osteo yang artinya
tulang, porous berarti batang atau
sering disebut juga silent disease
yang berarti suatu kelainan/penyakit metabolik tulang yang disebabkan karena
banyak faktor yang ditandai adanya penurunan massa dan mineral tulang
sedemikian rupa sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh, keropos dan
mudah patah.
Kelompok kerja World Health Organization (WHO) dan
konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai: penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang,
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah
terjadi fraktur (thief in the night). Atas dasar definisi dari WHO ini maka
osteoporosis diukur densitas massa tulang yaitu:
a.
Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata
wanita muda normal (T>-1).
b.
Osteopenia : densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar
deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1).
c.
Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi dibawah
rata-rata wanita muda normal (T<-2,5).
Menurut
Consensus Development Conference (CDC), 1993 Osteoporosis adalah penyakit
skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan
mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas
tulang sehingga tulang cenderung untuk
mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal
Epidemiologi
Osteoporosis tersebar diseluruh dunia
dan prevalensinya terdapat pada 200 juta wanita diseluruh dunia dan sekitar 1/3
diantaranya berusia antara 60-70 tahun serta 2/3 berusia diatas 80 tahun. Di
Amerika serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, satu diantara 2-3
wanita postmenopause dan lebih dari 50% penduduk diatas 75-80 tahun menderita
osteoporosis. Pada pasien tersebut 1,5 juta mengalami fraktur tulang femur
bagian proksimal sebanyak 250.000 pasien dan fraktur vertebra sebanyak 500.000
pasien. Sedangkan terbanyak adalah fraktur panggul menimbulkan kematian
sebanyak 10-15%. Sekitar 20-25% wanita usia diatas 50 tahun mengalami satu atau
lebih fraktur vertebra, misalnya di United States 25%, Australia 20%, Western
Europe 19%, Denmark 21%, Scandinavia 26%. Persentase yang besar di Scandinavia
diakibatkan karena sinar matahari yang lebih jarang dijumpai di negara tersebut
Patogenesis
Pada kondisi
normal, pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berlangsung secara
terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi (factor
penghancur tulang) dan proses pembentukan tulang (modeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar daripada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang disebut Osteoporosis. Biasanya terjadi pada seseorang yang
telah lanjut usia. Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel
osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu :
a. Defisiensi
Esterogen
b. Faktor
Sitokin
c. Pembebanan
1.
Defisiensi Esterogen
Dalam
keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan
beraktivitas melalui reseptor yang
terdapat di dalam sitosol sel
tersebut, mengakibatkan menurunnya
sekresi sitokin seperti: Interleukin- 1 ( IL - 1) , Interleukin- 6 ( IL - 6 )
dan Tumor Necros is Factor- Alpha
( TNF- α) , merupakan sitokin yang
berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi
Transforming Growth Factor β ( TGF- β) , yang merupakan satu-satunya factor
pertumbuhan( growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel
osteoblas ke tempat
lubang tulang yang telah
diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblast merupakan sel
target utama dari
estrogen, untuk melepaskan beberapa
faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak
langsung maupun secara langsung
juga berpengaruh pada
sel osteoklas.
Dalam
percobaan binatang, defisiensi estrogen akan nmenyebabkan terjadinya
osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. Hal ini
dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi estrogen
ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6,
dan TNF-α yang lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya
RANK-L menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator
protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan
TGF-βoleh sel osteoblas dan sel stroma, yang
selanjutnya berfungsi menghambat penyerapan tulang dan mempercepat/merangsang
apoptosis sel osteoklas.
2.
Faktor Sitokin
Pada
stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui
suatu jalur yang memerlukan suatu
mediator berupa sitokin dan faktor koloni-stimulator. Diantara group
sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis
antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF),
Oncostatin M (OSM), Ciliary Neurotropic Factor
(CNTF), Tumor Necrosis Factor
(TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan
Macrophage-Colony Stimulating Factor
(M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18,
dan interferon-γ, merupakan sitokin
yang menghambat
osteoklastogenesis.
Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian,
oleh karena meningkatnya IL-6 terbukti
memegang peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada
remodeling tulang dan
terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik. Sebetulnya tahun
1998 telah dikemukakan adanya hubungan
antara sitokin, estrogen,
dan osteoporosis pascamenopause.
Dikatakan
terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6,
TNF-α) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa menopause.
Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan
estrogen dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi
ini diduga erat hubungannya dengan
interaksi dari reseptor estrogen (ER =
Estrogen Receptor) dengan faktor
transkripsi, modulasi dari aktivitas
nitrik-oksid (NO), efek antioksidan, aksi plasma membran, dan
perubahan dalam fungsi sel imun.
Maka pada studi
klinis dan eksperimental ditemukan
ada hubungannya antara penurunan
massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini.
3.
Pembebanan
Pembebanan
mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik dan strain atau
resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu membentukan
tulang pada permukaan periosteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover
yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian
pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,
bentuk, dan kekuatan
jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan tulang dan arsitektur
tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang memerlukan
sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik. Informasi pembebanan
ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang
akan membuat tulang baru
dan merusak tulang yang tua.
Etiologi
Beberapa
penyebab osteoporosis, dapat diklasifikasikan menjadi :
a.
Osteoporosis
pascamenopause à terjadi karena kurangnya hormon esterogen
yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Produksi hormon
esterogen mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4
tahun setelah menopause sehingga mengakibatkan menurunnya masa tulang sebanyak
1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
b.
Osteoporosis
senilis à terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas).
c.
Osteoporosis
sekunder à terjadi karena disebabkan oleh keadaan
medis lain seperti gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal atau disebabkan
oleh obat-obatan misalnya penggunaan kortikosteroid, barbiturat, anti kejang
yang berlebihan.
d.
Osteoporosis
juvenil idiopatik à penyebab osteoporosis ini tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar
dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Gejala
Klinis
Pada umumnya, osteoporosis tidak memiliki keluhan spesifik. Keluhan akan dirasakan bila tulang sudah mengalami fraktur yang akan menyebabkan rasa nyeri,
deformitas, serta gangguan fungsi.
a.
Osteoporosis primer
- Tipe I (post manopausal):
Terjadi
15-20 tahunsetelah menopause (53-75 tahun).Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipecrush,
Colles’ fraktur, dan berkurangnya gigi geligi (Riggs &
Melton,1986). Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsive terhadap defisiensi estrogen
- Tipe II (senile):
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun.
Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge (Riggs
& Melton,1986). Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. Sebagai akibat dari proses penuaan alami, tidak diketahui penyebab pastinya, menyerang secara perlahan tapi progresif, dan dapat mengenai lebih dari satu persendian. Biasanya menyerang sendi yang menanggung berat badan seperti lutut dan panggul, bias jug menyerang punggung, leher, dan jari-jari.
- tipe III (juvenile idiopatik ) tidak diketahui penyebabnya
b.
Osteoporosis sekunder
Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi ekseskortikosteroid,
hipertirodisme, multipelmieloma, malnutrisi, defisiensi estrogen,
hiperparatiroidisme, factor genetik,
dan obat-obatan.(Kaltenborn,
1992).biasanya disebabkan oleh trauma
(instabilitas) yang menyebabkan luka pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang longgar, dan pembedahan pada sendi.
Faktor
Risiko dan Faktor Protektif
·
Faktor
Risiko
a. Faktor
Yang Tidak Dapat Diubah
1. Jenis
Kelamin
Osteoporosis lebih banyak terjadi
pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun
kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami
menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia,
fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki
risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon
paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana
ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini
disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari
hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan
meskipun rendah.
4. Keturunan
Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang
menderita osteoporosis, maka seseorang lebih rentang terserang osteoporosis.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Bentuk Tubuh
Perawakan
kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg,
padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat.
Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk
membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul.
Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
b. Faktor Yang Dapat Diubah
1. Hormon
seks.
Tidak adanya kejadian abnormal pada
saat periode menstruasi (amenorrhea), kadar estrogen rendah (menopause), dan kadar testosteron
rendah pada pria dapat membawa pada osteoporosis.
2. Anorexia
nervosa.
Ditandai dengan ketakutan irasional
berat badan, ini tarmasuk gangguan
makan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya osteoporosis.
3. Asupan
Kalsium dan vitamin D.
Diet seumur hidup rendah kalsium
dan vitamin D membuat seseorang lebih
rentan terhadap osteoporosis.
4. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman
berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh
dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari
creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan
hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah
bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu
berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat
toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
5.
Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit
osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di
dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga
susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi,
penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin
jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia
muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk
tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada
tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
6.
Mengkonsumsi Obat
Obat
kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma
dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab,
kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan
antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan
tulang.
·
Faktor Protektif
1. Olahraga
Olahraga
untuk kesehatan atau pencegahan penyakit ini dilakukan dalam bentuk olahraga
aerobik yang sedang selama 30 menit dalam sehari. Dianggap berolahraga jika
dilakukan 5 hari dalam seminggu. Bentuk olahraga yang sehat itu, menjadi
pilihan sendiri. Yang terpenting nyaman dan menyenangkan sehingga kita merasa
dapat berminat dan tertarik secara terus menerus melakukan olahraga itu.
bentuk-bentuk itu bisa berupa jalan cepat, lari-lari, berenang, mengayuh
sepeda, dan sebagainya. Salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat
kesehatan tulang, otot, dan tendon, sehingga olahraga
merupakan salah satu factor protektif dari osteoporosis.
2. Pemilihan
Alat Kontrasepsi
Dengan
penggunaan alat kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan risiko terjadinya
osteoporosis, hal ini dikarenakan dengan menggunakan alat kontrasepsi hormonal
dapat mempengarui kadar estrogen dan testosterone dalam tubuh.
3. Konsumsi
Makanan Yang Kaya Vitamin D
Vitamin
D merupakan salah satu pembentuk kalsium dan merupakan penguat tulang, sehingga
dengan mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dapat mengurangi risiko seseorang
terkena osteoporosis.
Pengobatan
Pemberian
estrogen mampu mengurangi risiko terkena osteoporosis. Agar berjalan lebih
efektif, disarankan pemberian estrogen dilakukan beberapa tahun sebelum menopause.
Apabila pemberian estrogen baru dimulai begitu gejala timbul, hal tersebut
sudah terlambat karena sudah timbul kerusakan yang irreversible, sulit dikembalikan. Dianjurkan pemberiannya diberikan
dua tahun setelah tidak haid. Pada wanita yang diangkat kedua indung telurnya
sebelum usia 40 tahun perlu segera diberikan estrogen. Terapi ini merupakan
pengobatan jangka panjang, dimana khasiatnya baru terlihat setelah enam bulan
hingga satu tahun minum obat. Pemberian testosteron untuk penderita
osteoporosis pria yang kekurangan hormon testosteron dapat menghambat
penyerapan tulang dan meningkatkan massa tulang.
Pemberian
kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja
sel osteoblast dan menekan kinerja sel oesteoclast. Angka keberhasilan cukup
tinggi, antara 82-86%. Pemberian biophosphonat menstabilkan struktur tulang
dengan menekan kerja osteoclast sendiri dan beberapa enzim pendukung kerja sel
penyerap tu;lang tersebut.
Pencegahan
Faktor
genetik, ras, jenis kelamin, dan keturunan, tidak mungkin dimanipulasi.
Sedangkan faktor lingkungan seperti nutrisi, aktivitas fisik, vitamin D, dan
sinar matahari (tidak merupakan masalah pada sebagian besar daerah di
Indonesia) merupakan hal penting untuk dimanfaatkan dalam pencegahan osteoporosis.
Beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis,
diantaranya :
a. Kalsium
Kalsium memang erat kaitannya dengan kesehatan
tulang, sebab mineral ini yang membentuk tulang. Sembilan puluh persen kalsium
dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya tersebar di dalam darah dan
jaringan lunak. Kalsium rata-rata yang dianjurkan di Indonesia adalah 500–800
mg per orang perhari. Pada usia lanjut dan wanita menopause menganjurkan sampai
1000 mg/hari.
b. Paparan
Sinar Matahari
Cukup mendapat paparan sinar matahari pagi sebagai
sumber vitamin D sekurang-kurangnya 10 menit lamanya, terutama antara pukul
06.00–09.00. Sebaiknya tubuh yang terkena sinar matahari tidak dilindungi tabir
surya maupun pakaian lengan panjang, agar pembentukan vitamin D tidak terhalang.
Paparan sinar matahari bila tidak mencukupi bisa dibantu dengan minum suplemen
vitamin D dengan dosis 400 – 800 IU.
c. Olahraga
Olahraga adalah salah satu 'senjata' untuk
menanggulangi osteopeni (penipisan tulang) maupun osteoporosis (keropos tulang).
Latihan fisik dalam pembentukan tulang yang sehat dan kuat akan bereaksi
terhadap beban yang diterima. Lakukan olahraga pembebanan secara teratur
seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, dansa, tenis/badminton atau naik turun
tangga. Dan sebaiknya kombinasikan juga dengan latihan kelenturan dan
keseimbangan. Hal—hal yang perlu diperhatikan oleh penderita osteoporosis
ketika berolahraga :
1) Hindari
beban di depan
Membawa beban di depan
badan bisa berbahaya, karena akan membebani tulang punggung yang akan menyebabkan
patah karena ada tekanan.
2)
Hindari
latihan-latihan otot-otot perut
Misalkan
Sit – up tidak dianjurkan karena menyebabkan kompresi fraktur.
3) Hindari
latihan yang melibatkan tulang punggung
Misalkan membongkok ke
depan dari posisi duduk atau berdiri memudahkan terjadinya kompresi fraktur.
Prinsip
upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan tetap juga berlaku dalam
Penyakit Tidak Menular (Bustan, 2000):
a. Pencegahan
Primordial
Pencegahan
primordial ditujukan pada orang sehat. Di lapangan, pencegahan primordial yang
efektif memerlukan adanya peraturan dari pemerintah, misalnya berupa
kebijaksanaan terpadu untuk mengurangi jumlah perokok.
b. Pencegahan
Tingkat Pertama (primer)
Sasarannya
ditujukan pada orang sehat, yaitu dengan promosi kesehatan (health promotion)
dan pencegahan khusus (specific protection). Misalnya dengan :
1) Menjamin
konsumsi nutrisi yang cukup zat kapur, dari masa kanak-kanak sampai saat
terhentinya pertumbuhan tulang.
2) Setelah
puncak masa tulang tercapai pada masa dewasa, maka asupan kalsium yang adekuat,
latihan fisik yang teratur, dan menstruasi yang teratur harus tetap
dipertahankan selama usia dewasa sampai memasuki usia lanjut.
c.
Pencegahan
Tingkat Kedua (sekunder)
1)
Diagnosis
Dini (Early Diagnosis)
Melakukan deteksi dan pengobatan dini saat
ditemukan gejala kekurangan testosteron, sangat membantu untuk memperlambat
datangnya osteoporosis. Gejala osteoporosis dapat dideteksi dengan alat yang
dinamakan Bone Mineral Density (BMD) dengan alat berupa DEXA. Dengan alat ini
dapat melakukan pemeriksaan foto rontgen khusus didaerah ruas tulang belakang,
dan merupakan pemeriksaan keropos tulang paling akurat. (Andayani, 2006)
2)
Pengobatan
(Prompt Treatment)
Pengobatan hormonal
dengan hormon estrogen. Selain mencegah, cara ini sekaligus mengobati osteoporosisnya.
Bagi yang tidak mungkin mendapatkan pengobatan hormonal, dapat diobati dengan
pengobatan non hormonal dengan biophosphonates atau raloxifene. Pengobatan
dengan súplemen CDR
Pemberian hormon
pengganti testosteron tidak hanya membantu meningkatkan densitas tulang, tetapi
juga dapat meningkatkan massa dan kekuatan otot, serta merangsang pertumbuhan
rambut kembali bagi pria yang mengalami kebotakan. Saat ini diberitakan bahwa
ada beberapa obat dari golongan bifosfonat yang terbukti efektif dalam mencegah
terjadinya pengeroposan dan patah tulang pada pria yang menggunakan
kortikosteroid. Bahkan alendronat, salah satu jenis bifosfonat, terbukti
efektif mencegah patah tulang belakang pada pria yang memiliki densitas massa
tulang yang rendah
d.
Pencegahan
Tingkat Ketiga (Tersier)
Yaitu dengan
melakukan rehabilitasi (rehabilitation) dan pembatasan kecacatan (disability
limitation). Rehabilitasi dapat dilakukan dengan pengembalian fungsi fisik,
psikologi, dan sosial seoptimal mungkin. Namun untuk penderita osteoporosis, tindakan
rehabilitasi dilakukan dengan pengembalian fungsi psikologi dan sosial
seoptimal mungkin. Hal ini dikarenakan kondisi tulang yang keropos pada usia lanjut tidak mungkin
dikembalikan lagi, karena pertumbuhan tulang sudah terhenti ketika seseorang
berumur 20 tahun.
Beberapa hal
yang paling penting untuk mencegah osteoporosis yaitu dengan mengurangi atau
menghindari beberapa faktor risiko antara lain, dengan perilaku hidup sehat:
1)
Hindari
merokok dan minuman beralkohol
2)
Olahraga
rutin dan kontinu
3)
Kendalikan
berat badan agar tidak terlalu gemuk
4)
Kurangi
mengkonsumsi makanan berlemak
5)
Perbanyak
mengkonsumsi sayuran segar dan buah-buahan